Minggu, 15 April 2012

Minggu, 15 April 2012. | Metro TV | Media Indonesia | Borneo News | Yayasan Sukma | Kick Andy Jumat, 30 March 2012 06:02 KETIKA pindah dari PT Jamsostek Pusat menjadi kepala cabang PT Jamsostek Lampung I, Juli 2011, rekan-rekannya di Jakarta sudah menebak Kuswahyudi pasti ngumpulin wartawan. Benar saja, baru sebulan bertugas di Lampung, nama dan fotonya berseliweran di media cetak. Hampir seluruh televisi dan radio lokal pernah mengundangnya jadi narasumber. Malah, Lampung TV sudah enam kali menjadikan penasihat DPP Serikat Pekerja Informal Indonesia (Spindo) ini sebagai narasumber. "Bertahun-tahun saya bekerja bersama pers membangun citra Jamsostek, mana mungkin bisa jauh dari pers," kata Kuswahyudi ketika berdialog dengan awak media massa di Bandar Lampung, Kamis (29-3). Kedekatan itu ditunjukkan ketika dipindah, sejumlah jurnalis ikut mengantarnya dari Jakarta ke Lampung. Maklum, selama lima tahun pria yang berulang tahun Minggu, 25 Maret lalu ini bertugas di Biro Humas PT Jamsostek Pusat. "Sampai sekarang, kalau teman-teman wartawan Jakarta buntu mau nulis apa soal Jamsostek, masih menghubungi saya cari background informasi," kata Yudi, sapaan sehari-harinya. (MIN/U-2) Berita 15 Apr 2012 Tweet Pro Aktif Dorong Pemanfaatan Jaminan Sosial Sektor Informal JARKOMSU - JARKOMSU Medan(Suara Komunitas.net)- Ketua Umum DPP Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia (SPINDO), H.Maliki, S.Sos, meminta pengurus DPD SPINDO Sumut lebih pro aktif meningkatkan program kerjanya selaras dengan roda pembangunan di Sumut, terutama mendorong pelaku sektor informal memanfaatkan fasilitas Jaminan Sosial dan tenaga kerja demi kepentingan dan kelangsungan kehidupan di hari tua. "Jika kita sebagai pelaku sektor informal tidak memanfaatkan fasilitas tersebut, kita akan rugi sendiri. Karena pada hakekatnya, mereka yang berkecimpung dalam sektor informal di dunia, keluarga mereka bisa lebih nyaman di hari tua, tanpa kuatir hidup sengsara," ucap Maliki di sela-sela seminar nasional Sosialisasi Manfaat Program Jaminan Sosial dan Pemberdayaan Peluang Usaha Bagi Tenaga Kerja Sektor Informal di Sumut" yang berlangsung di Hotel Danau Toba Internasional Medan, Sabtu, (14/4). Maliki juga menyambut baik target Ketua DPD SPINDO Sumut yang bisa membentuk 33 DPC di kabupaten/kota di Sumut hingga akhir tahun 2012. Namun semua itu hanya bisa dicapai dengan kerja keras dan butuh keseriusan pengurusnya untuk lebih mengembangkan 9 DPC kabupaten/kota yang baru terbentuk di Sumut saat ini. "Pengurus SPINDO itu harus mempunyai semangat sebagai pejuang sosial yang bisa mengangkat harkat para pelaku sektor informal dengan memanfaatkan program jaminan sosial dan lainnya untuk membahagiakan keluarga di hari tua," kata Maliki seraya menambahkan, SPINDO yang baru terbentuk 7 bulan lalu di Indonesia, kini sudah memiliki 22 DPP di Indonesia. Menurut Maliki, Sumut sangat potensial untuk mengembangkan program kebutuhan kemanusiaan pelaku sektor informal. Karena pasarnya sangat besar. Saat ini, ada 9 sektor yang akan disentuh SPINDO, diantaranya, seni budaya, perikanan kelautan, transportasi, pariwisata, pasar dan makanan-minuman. Tapi semua itu tergantung pada wilayahnya masing-masing. "Sektor informal peluangnya cukup besar, mencapai 65 persen," tambahnya. Saat ditanya apakah kehadiran SPINDO hanya membuat pengkotak-kotakan karena wadah untuk itu sudah ada pada serikat lainnya baik independen maupun badan, Maliki menegaskan, SPINDO tidak begitu, kita hanya menggarap sektor yang belum tersentuh. Bahkan Pekerja Sek Komersil (PSK) yang berada di sektor informal lainnya seperti becak bermotor (Betor), bisa memanfaatkan program jaminan sosial dan lainnya. (vandey lubis) Minggu, 15 April 2012 Bayar Rp6 Ribu, Pekerja Informal Dapat Jamsostek MEDAN- DPD Serikat Pekerja Sektor Informal (DPD SPINDO) memfasilitasi pekerja di sektor informal di Sumut mendapatkan kartu Jaminan Sosial dan Tenagakerja (Jamsostek). Terbukti, sudah ada 23 ribu pekerja informal seperti buruh harian lepas dan nelayan mendapatkan Jamsostek. Pernyataan itu disampaikan Ketua DPD SPINDO Sumut, Jhon Piter Silaen usai dilantik, Sabtu (14/4) di Deli Room, Lantai II, Hotel Danau Toba International. Piter membeberkan, sejauh ini baru ada 9 DPC SPINDO di Sumut, diantaranya DPC SPINDO Medan, Deliserdang, Pematangsiantar, Simalungun, Samosir, Karo, Batubara, Toba Samosir dan Serdang Bedagai. Dibentuknya kepengurusan DPC SPINDO di masing-masing kabupaten/kota se-Sumut sebagai bagian untuk mensejahterakan pekerja dengan memberikan jaminan sosial kepada pekerja di Sumut. Teknisnya, DPC SPINDO akan mengkader pekerja informal dan selanjutnya diajukan mendapatkan Jamsostek. “Khusus para pekerja sektor informal, SPINDO menjadi fasilitator agar pekerja informasl bisa mendapatkan dan mengajukan ke Jamsostek,” ujarnya. Menyingung itu, Ketua Umum DPP SPINDO, H Maliki SSos menerangkan, kesejahteraan sosial sangat diperlukan, karena itu jelas tertulis dalam UUD 1945. “Saya berharap Ketua DPD SPINDO Sumut harus lebih kritis dan bangkit untuk memperjuangkan nasib pekerja, khususnya di Sumut,” ujarnya. Dia menyampaikan, pekerja merupakan satu tiang sektor ekonomi, di mana pekerja menjadi mesin penggerak ekonomi harus lebih diutamakan lagi kesejahteraannya. Di tempat terpisah, Bendahara Umum DPD SPINDO Sumut, Makmur Sardion Manalu SH menyampaikan, para pekerja informal hanya cukup membayar uang iuran sukarela, seminimalnya Rp6 ribu per orang per bulan. Sementara itu, mewakili Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Ety Sugiarti SH MM menuturkan, pekerja itu jelas harus dilindungi sesuai dengan UUD 1945. “Hak pekerja diatur dalam Pasal 28 ayat H UUD 1945, di mana pekerja harus diutamakan kesejahteraannya,” ujarnya. Sedangkan perwakilan Jamsostek, P Sinulingga mengaku, pihaknya mendukung program DPD SPINDO Sumut untuk merangkul seluruh pekerja bisa memegang Jamsostek. “Kami berharap semua pekerja bisa terlindungi dan sejahtera,” ucapnya. Dia menyebutkan, pada prakteknya, pekerja yang sudah pasti dilindungi merupakan pekerja yang bekerja di pemerintahan, perusahaan asing, TNI/Polri. Sedangkan pekerja di luar bidang tersebut belum dilindungi secara maksimal. “Dengan dibentuknya DPD SPINDO Sumut ini semua pekerja di luar bisa terlindungi dan lebih sejahtera,” ungkapnya. (jon) Home Minggu, 15 April 2012 - 01:31:05 WIB Pekerja Mandiri Diabaikan SPINDO Perjuangkan Pengesahan UU Kesejahteraan Kategori: Nasional - Dibaca: 34 kali JAKARTA, selaluonline.com- Penyebab tidak berkembangnya pekerja sektor informal atau yang lebih dikenal sebagai pekerja mandiri, karena keberadaan sektor informal kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Buktinya, 68,2 juta pekerja sektor informal, atau 62,17 persen dari seluruh tenaga kerja di Indonesia ini, tidak memiliki status hukum yang jelas dan kuat. Selain itu, keberadaan pekerja sektor informal ini juga kurang mendapat perhatian dan dukungan dalam kebijakan anggaran negara. Terkait dengan diskriminasi terhadap sektor informal tersebut, DPP Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia (SPINDO) akan berupaya memperjuangkan untuk disahkannya UU Kesejahteraan sebagai payung hukum kedudukan sektor tenaga kerja informal. “Sebab, belum ada payung hukum yang secara tegas mengatur kedudukan sektor informal dalam perundangan ketenagakerjaan, pembinaan terhadap warga negara bekerja di sektor informal sering terabaikan. Spindo bersama dengan elemen pekerja dan berbagai pihak lain akan mendorong ditelurkannya UU Kesejahteraan yang substansinya mengatur kedudukan hukum pekerja di sektor informal," kata Ketua DPP SPINDO H Maliki Sugito dalam seminar “Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Hak Semua Warga Negara” sekaligus pelantikan DPD SPINDO Sumatera Utara di Medan, Sabtu (14/4/2012). Maliki mengatakan, selama ini pembinaan terhadap para pekerja sektor informal terkesan terabaikan karena kedudukannya tidak jelas dalam perundangan. "Kita mengharapkan mereka yang bekerja di sektor informal pada akhirnya bisa meningkat jadi pekerja formal dengan keahlian dan skill tertentu. Tapi, karena sudah terlanjur dalam posisi marjinal dalam sistem hukum tidak pernah mendapat suport khusus dalam kebijakan anggaran negara untuk bisa ditingkatkan masuk sektor formal," imbuhnya. Padahal, lanjut Maliki, sektor tenaga kerja informal merupakan prosentase terbanyak dari seluruh angkatan kerja 117,4 juta yang tercatat BPS di tahun 2011 dengan komposisi 41,4 juta tenaga kerja bekerja di sektor formal dan 68,2 juta bekerja di sektor informal meliputi petani, sopir angkot, tukang ojek, kuli bangunan. "Kita harapkan UU Kesejahteraan bisa secara tegas mengatur berbagai perlindungan terhadap keberadaan pekerja di sektor informal yang masuk kategori masyarakat marjinal sehingga ditingkatkan ke sektor formal dan berkembang dengan tenaga kerja lainnya," imbuhnya. Sebelumnya, Direktur Jaminan Sosial Kemenakertrans Etty Suharti mengungkapkan, pengaturan menyangkut tenaga kerja informal selama ini dilakukan melalui satu regulasi Peraturan Pemerintah (PP) No 14/1993 yang membagi para pekerja dalam hubungan kerja dan pekerja di luar hubungan kerja. “Produk regulasi ini merupakan turunan dari UU No 3/1992 yang mengatur jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek)," terangnya. Menurut Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN Abdul Latief Algaff dengan disahkannya UU BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) No 24/2011, kedudukan sektor informal sudah mulai disebutkan walaupun hanya beberapa ayat. “Tapi memang yang diperlukan adalah melakukan berbagai terobosan. Paling tidak, sembari terus memperjuangkan regulasi bagi sektor pekerja informal, Spindo terus melakukan pembinaan bagi para pekerja sektor informal untuk masuk ke sektor formal," terangnya. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K- SPSI) M Satya mengakui, dalam umur serikat pekerja di Indonesia yang sudah mau menginjak seratus tahun, sektor informal memang jarang terpikirkan. "Karena itu, kita sambut baik gagasan memasukkan mereka yang bekerja di sektor informal masuk dalam struktur ketenagakerjaan di Indonesia," jelasnya. Dia menambahkan, sekalipun belum memiliki regulasi yang jelas, tapi DPP Spindo yang mengurusi sektor informal sudah masuk sistem karena tergabung dalam Aliansi Serikat Buruh dan Pekerja Indonesia (ASPBI). Karena itu, nantinya bersama-sama dengan serikat pekerja lainnya untuk memberikan berbagai masukan dalam berbagai pembahasan tripartit dengan pemerintah. Dilain pihak, Ketua Kesatuan Buruh Marhaenis (KBM) Mangatar Pasaribu mengatakan, dirinya skeptis dengan berbagai peraturan yang dibuat. Misalnya saja UU Nomor 13/2004 yang berpihak pada pekerja tetap tidak bisa dijalankan. "Karena itu yang terpenting adalah sektor informal diberdayakan saja dengan berbagai saluran yang sudah ada," imbuhnya. Sementara itu, pakar ketenagakerjaan yang juga akademisi USU Hisar Siregar mengatakan, kondisi tenaga kerja formal dan informal dapat menjadi sinyal suatu perekeonomian negara. Semakin maju perekonomian, semakin besar peranan sektor formal. Namun, dia setuju, tenaga kerja sektor informal adalah tenaga kerja yang bekerja pada segala jenis pekerjaan tanpa ada perlindungan negara. Karena itu, lanjut dia, yang diperlukan terutama mengupayakan para pekerja sektor informal itu bisa menerima jaminan sosial terutama pada kaum wanita dan anak-anaknya, karena sangat rentan untuk jatuh sangat miskin. Dalam acara pelantikan DPD Spindo Sumatera Utara diketuai JP Silaen itu dilakukan juga pencanangan Gerakan Sadar Jaminan Sosial di wilayah Sumatera Utara yang dilakukan Direktur Kepesertaan Jamostek yang diwakil M Sinulingga dari Kacab Jamsostek kota Medan. (masi/rmc)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar