Minggu, 15 April 2012

Perumnas-Bakrieland Bangun Sentra Timur

Senin, 16 April 2012 Senin, 16 April 2012 JAKARTA (Suara Karya): Potensi pasar properti di Jakarta, khususnya di wilayah Jakarta Timur, dinilai makin menjanjikan. Untuk itu, Perum Perumnas dan PT Bakrieland Development Tbk bersinergi dalam investasi untuk mengembangkan kawasan Sentra Timur, Jakarta Timur. Proyek apartemen ini akan dibangun di atas lahan seluas 40 hektare, dan diharapkan sudah dimiliki seluruhnya oleh konsumen pada 2020. "Pembangunan tahap I Sentra Timur sudah selesai dan sudah serah terima apartemen untuk menara pertama. Pemiliknya sudah 90 persen," kata Direktur Marketing Perumnas Teddy Robinson di Jakarta, pada acara pengembangan Sentra Timur tahap II, pekan lalu. Menurut dia, Bakrieland memiliki pengalaman dalam pengembangkan suatu kawasan. Kerja sama sudah dilakukan pembangunan apartemen Sentra Timur tahap I yang menghabiskan dana di luar tanah sedikitnya Rp 200 miliar. Saat ini jumlah unit yang terjual mencapai 550 unit. "Kami memiliki tanah dan Bakrieland memiliki pengalaman membangun kawasan. Dan, kita sama-sama punya dana, jadi bekerja sama," ujar Teddy. Total apartemen yang akan ada di Sentra Timur Residence sebanyak 1.390 unit. Dengan kesuksesan tahap I, siap diluncurkan tiga menara berikutnya dengan total 950 unit apartemen. Apartemen mulai tipe 21 seharga Rp 120 jutaan sampai tipe besar Rp 350 jutaan. Pada kesempatan yang sama, Presiden Direktur PT Bakrie Pangripta Loka (anak usaha Bakrieland) Dicky Setiawan mengemukakan, pembangunan tahap II akan selesai dalam waktu 18 bulan ke depan dan bisa diserahterimakan pada 2013. Dia menjelaskan, apartemen Sentra Timur Residence merupakan bagian kecil dari kawasan yang dalam 7-10 tahun ke dopan akan berkembang menjadi sebuah kota baru. "Juga akan ada kondotel, hotel bintang empat, mal, restoran, dan perkantoran yang kita sebut CBD I (center bussiness district)," tutur Dicky. (Novi) KESEJAHTERAAN Posisi Pekerja Informal Terabaikan Senin, 16 April 2012 JAKARTA (Suara Karya): Ketiadaan regulasi yang mengatur sektor informal dalam struktur ketenagakerjaan di Indonesia mengakibatkan 68,2 juta tenaga kerja informal tidak memiliki status hukum yang jelas. Tenaga kerja informal yang merupakan 62,17 persen dari seluruh tenaga kerja di Indonesia hingga saat ini sulit berkembang karena juga tidak mendapat dukungan penuh melalui kebijakan anggaran. Terkait hal ini, DPP Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia (Spindo) akan memperjuangkan disahkannya Undang-Undang (UU) tentang Kesejahteraan, tentunya sebagai payung hukum dari eksistensi tenaga kerja informal. "Karena tidak ada dalam peraturan dan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, pembinaan terhadap tenaga kerja di sektor informal sering terabaikan. Untuk itu, Spindo bersama dengan elemen pekerja dan berbagai pihak terkait lainnya akan mendorong ditelurkannya UU Kesejahteraan yang akan mengatur kedudukan hukum pekerja di sektor informal," kata Ketua Umum DPP Spindo Maliki Sugito dalam seminar bertajuk "Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Hak Semua Warga Negara" di Medan, Sabtu (14/4). Pada kesempatan ini, sekaligus dilantik pengurus DPD Spindo Sumatera Utara. Turut hadir pada acara ini Direktur Jaminan Sosial Ditjen PHI dan JAmsostek Kemenakertrans Etty Suharti serta Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Abdul Latif Algaff dan Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) M Satya. Menurut dia, tenaga kerja yang bekerja atau berusaha di sektor informal diharapkan bisa meningkat menjadi pekerja/pengusaha formal dengan keahlian dan kemampuan tertentu. Namun ini bisa dilakukan jika mendapat perhatian dan dukungan dari pemerintah. Apalagi tenaga kerja informal merupakan terbesar dari seluruh angkatan kerja yang mencapai 117,4 juta orang hingga 2011 lalu. Komposisinya 41,4 juta tenaga kerja bekerja di sektor formal dan 68,2 juta bekerja di sektor informal, seperti petani, sopir angkot, tukang ojek, kuli bangunan, dan lainnya. "Kita berharap UU Kesejahteraan secara tegas mengatur perlindungan terhadap pekerja sektor informal yang selama ini dikategorikan masyarakat marginal. Tentunya agar bisa terus berkembang seperti tenaga kerja formal," ujar Maliki. Di lain pihak, Direktur Utama PT Jamsostek (Persero) Hotbonar Sinaga mengatakan, keberhasilan Kabupaten Purwakarta mengikutsertakan warganya yang merupakan pekerja informal dan pekerja sosial, bisa dijadikan contoh oleh pemerintah kabupaten/kota lainnya. Untuk itu, seluruh kantor wilayah dan cabang Jamsostek di berbagai daerah bisa melakukan pendekatan dan sosialisasi tentang program-program Jamsostek, terutama kepada pemerintah daerah dan DPRD setempat. Khususnya terkait kepesertaan pekerja sektor informal dalam program jaminan sosial. "Program jaminan sosial, seperti jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan pemeliharaan kesehatan, dibutuhkan pekerja informal. Mereka tidak mendapat pelayanan serta fasilitas yang memadai dari negara. Perhatian dan dukungan pemerintah daerah diperlukan," katanya. (Andrian)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar