Minggu, 15 April 2012

Serikat Pekerja Informal Indonesia Perjuangkan UU Kesejahteraan Sabtu, 14 April 2012 , 23:36:00 WIB Laporan: Feril Nawali ILUSTRASI RMOL. Minimnya regulasi yang mengatur kedudukan sektor informal dalam struktur ketenagakerjaan di Indonesia mengakibatkan 68,2 juta tenaga kerja informal atau 62,17 persen dari seluruh tenaga kerja di Indonesia tidak memiliki status hukum yang kuat sehingga posisi dan kedudukannya sulit berkembang karena tak mendapatkan dukungan dalam kebijakan anggaran negara. Dalam kaitan itu, DPP Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia (SPINDO) akan memperjuangkan untuk disahkannya UU Kesejahteraan sebagai payung hukum kedudukan sektor tenaga kerja informal. "Karena tak ada payung hukum yang secara tegas mengatur kedudukan sektor informal dalam perundangan ketenagakerjaan, pembinaan terhadap warga negara bekerja di sektor informal sering terabaikan. Spindo bersama dengan elemen pekerja dan berbagai pihak lain akan mendorong ditelurkannya UU Kesejahteraan yang substansinya mengatur kedudukan hukum pekerja di sektor informal," kata Ketua DPP SPINDO H Maliki Sugito dalam seminar “Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Hak Semua Warga Negara” sekaligus pelantikan DPD Spindo Sumatera Utara di Medan, Sabtu (14/4). Maliki mengatakan, selama ini pembinaan terhadap para pekerja sektor informal terkesan terabaikan karena kedudukannya tidak jelas dalam perundangan. "Kitamengharapkan mereka yang bekerja di sektor informal pada akhirnya bisa meningkat jadi pekerja formal dengan keahlian dan skill tertentu. Tapi, karena sudah terlanjur dalam posisi marjinal dalam sistem hukum tidak pernah mendapat support khusus dalam kebijakan anggaran negara untuk bisa ditingkatkan masuk sektor formal," imbuhnya. Padahal, lanjut Maliki, sektor tenaga kerja informal merupakan prosentase terbanyak dari seluruh angkatan kerja 117,4 juta yang tercatat BPS di tahun 2011 dengan komposisi 41,4 juta tenaga kerja bekerja di sektor formal dan 68,2 juta bekerja di sektor informal meliputi petani, sopir angkot, tukang ojek, kuli bangunan. "Kita harapkan UU Kesejahteraan bisa secara tegas mengatur berbagai perlindungan terhadap keberadaan pekerja di sektor informal yang masuk kategori masyarakat marjinal sehingga ditingkatkan ke sektor formal dan berkembang dengan tenaga kerja lainnya," imbuhnya. Sebelumnya, Direktur Jaminan Sosial Kemenakertrans Etty Suharti mengungkapkan, pengaturan menyangkut tenaga kerja informal selama ini dilakukan melalui satu regulasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14/1993 yang membagi para pekerja dalam hubungan kerja dan pekerja di luar hubungan kerja. “Produk regulasi ini merupakan turunan dari UU Nomor 3/1992 yang mengatur jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek)," terangnya. Menurut Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN Abdul Latief Algaff dengan disahkannya UU BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Nomor 24/2011, kedudukan sektor informal sudah mulai disebutkan walaupun hanya beberapa ayat. “Tapi memang yang diperlukan adalah melakukan berbagai terobosan. Paling tidak, sembari terus memperjuangkan regulasi bagi sektor pekerja informal, Spindo terus melakukan pembinaan bagi para pekerja sektor informal untuk masuk ke sektor formal," terangnya. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K- SPSI) M Satya mengakui, dalam umur serikat pekerja di Indonesia yang sudah mau menginjak seratus tahun, sektor informal memang jarang terpikirkan. "Karena itu, kita sambut baik gagasan memasukkan mereka yang bekerja di sektor informal masuk dalam struktur ketenagakerjaan di Indonesia," jelasnya. Dia menambahkan, sekalipun belum memiliki regulasi yang jelas, tapi DPP Spindo yang mengurusi sektor informal sudah masuk sistem karena tergabung dalam Aliansi Serikat Buruh dan Pekerja Indonesia (ASPBI). Karena itu, nantinya bersama-sama dengan serikat pekerja lainnya untuk memberikan berbagai masukan dalam berbagai pembahasan tripartit dengan pemerintah. Dilain pihak, Ketua Kesatuan Buruh Marhaenis (KBM) Mangatar Pasaribu mengatakan, dirinya skeptis dengan berbagai peraturan yang dibuat. Misalnya saja UU Nomor 13/2004 yang berpihak pada pekerja tetap tidak bisa dijalankan. "Karena itu yang terpenting adalah sektor informal diberdayakan saja dengan berbagai saluran yang sudah ada," imbuhnya. Sementara itu, pakar ketenagakerjaan yang juga akademisi USU Hisar Siregar mengatakan, kondisi tenaga kerja formal dan informal dapat menjadi sinyal suatu perekeonomian negara. Semakin maju perekonomian, semakin besar peranan sektor formal. Namun, dia setuju, tenaga kerja sektor informal adalah tenaga kerja yang bekerja pada segala jenis pekerjaan tanpa ada perlindungan negara. Karena itu, lanjut dia, yang diperlukan terutama mengupayakan para pekerja sektor informal itu bisa menerima jaminan sosial terutama pada kaum wanita dan anak-anaknya, karena sangat rentan untuk jatuh sangat miskin. Dalam acara pelantikan DPD Spindo Sumatera Utara diketuai JP Silaen itu dilakukan juga pencanangan Gerakan Sadar Jaminan Sosial di wilayah Sumatera Utara yang dilakukan Direktur Kepesertaan Jamostek yang diwakil M Sinulingga dari Kacab Jamsostek kota Medan. [mar]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar