Minggu, 15 April 2012

Perumnas-Bakrieland Bangun Sentra Timur

Senin, 16 April 2012 Senin, 16 April 2012 JAKARTA (Suara Karya): Potensi pasar properti di Jakarta, khususnya di wilayah Jakarta Timur, dinilai makin menjanjikan. Untuk itu, Perum Perumnas dan PT Bakrieland Development Tbk bersinergi dalam investasi untuk mengembangkan kawasan Sentra Timur, Jakarta Timur. Proyek apartemen ini akan dibangun di atas lahan seluas 40 hektare, dan diharapkan sudah dimiliki seluruhnya oleh konsumen pada 2020. "Pembangunan tahap I Sentra Timur sudah selesai dan sudah serah terima apartemen untuk menara pertama. Pemiliknya sudah 90 persen," kata Direktur Marketing Perumnas Teddy Robinson di Jakarta, pada acara pengembangan Sentra Timur tahap II, pekan lalu. Menurut dia, Bakrieland memiliki pengalaman dalam pengembangkan suatu kawasan. Kerja sama sudah dilakukan pembangunan apartemen Sentra Timur tahap I yang menghabiskan dana di luar tanah sedikitnya Rp 200 miliar. Saat ini jumlah unit yang terjual mencapai 550 unit. "Kami memiliki tanah dan Bakrieland memiliki pengalaman membangun kawasan. Dan, kita sama-sama punya dana, jadi bekerja sama," ujar Teddy. Total apartemen yang akan ada di Sentra Timur Residence sebanyak 1.390 unit. Dengan kesuksesan tahap I, siap diluncurkan tiga menara berikutnya dengan total 950 unit apartemen. Apartemen mulai tipe 21 seharga Rp 120 jutaan sampai tipe besar Rp 350 jutaan. Pada kesempatan yang sama, Presiden Direktur PT Bakrie Pangripta Loka (anak usaha Bakrieland) Dicky Setiawan mengemukakan, pembangunan tahap II akan selesai dalam waktu 18 bulan ke depan dan bisa diserahterimakan pada 2013. Dia menjelaskan, apartemen Sentra Timur Residence merupakan bagian kecil dari kawasan yang dalam 7-10 tahun ke dopan akan berkembang menjadi sebuah kota baru. "Juga akan ada kondotel, hotel bintang empat, mal, restoran, dan perkantoran yang kita sebut CBD I (center bussiness district)," tutur Dicky. (Novi) KESEJAHTERAAN Posisi Pekerja Informal Terabaikan Senin, 16 April 2012 JAKARTA (Suara Karya): Ketiadaan regulasi yang mengatur sektor informal dalam struktur ketenagakerjaan di Indonesia mengakibatkan 68,2 juta tenaga kerja informal tidak memiliki status hukum yang jelas. Tenaga kerja informal yang merupakan 62,17 persen dari seluruh tenaga kerja di Indonesia hingga saat ini sulit berkembang karena juga tidak mendapat dukungan penuh melalui kebijakan anggaran. Terkait hal ini, DPP Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia (Spindo) akan memperjuangkan disahkannya Undang-Undang (UU) tentang Kesejahteraan, tentunya sebagai payung hukum dari eksistensi tenaga kerja informal. "Karena tidak ada dalam peraturan dan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, pembinaan terhadap tenaga kerja di sektor informal sering terabaikan. Untuk itu, Spindo bersama dengan elemen pekerja dan berbagai pihak terkait lainnya akan mendorong ditelurkannya UU Kesejahteraan yang akan mengatur kedudukan hukum pekerja di sektor informal," kata Ketua Umum DPP Spindo Maliki Sugito dalam seminar bertajuk "Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Hak Semua Warga Negara" di Medan, Sabtu (14/4). Pada kesempatan ini, sekaligus dilantik pengurus DPD Spindo Sumatera Utara. Turut hadir pada acara ini Direktur Jaminan Sosial Ditjen PHI dan JAmsostek Kemenakertrans Etty Suharti serta Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Abdul Latif Algaff dan Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) M Satya. Menurut dia, tenaga kerja yang bekerja atau berusaha di sektor informal diharapkan bisa meningkat menjadi pekerja/pengusaha formal dengan keahlian dan kemampuan tertentu. Namun ini bisa dilakukan jika mendapat perhatian dan dukungan dari pemerintah. Apalagi tenaga kerja informal merupakan terbesar dari seluruh angkatan kerja yang mencapai 117,4 juta orang hingga 2011 lalu. Komposisinya 41,4 juta tenaga kerja bekerja di sektor formal dan 68,2 juta bekerja di sektor informal, seperti petani, sopir angkot, tukang ojek, kuli bangunan, dan lainnya. "Kita berharap UU Kesejahteraan secara tegas mengatur perlindungan terhadap pekerja sektor informal yang selama ini dikategorikan masyarakat marginal. Tentunya agar bisa terus berkembang seperti tenaga kerja formal," ujar Maliki. Di lain pihak, Direktur Utama PT Jamsostek (Persero) Hotbonar Sinaga mengatakan, keberhasilan Kabupaten Purwakarta mengikutsertakan warganya yang merupakan pekerja informal dan pekerja sosial, bisa dijadikan contoh oleh pemerintah kabupaten/kota lainnya. Untuk itu, seluruh kantor wilayah dan cabang Jamsostek di berbagai daerah bisa melakukan pendekatan dan sosialisasi tentang program-program Jamsostek, terutama kepada pemerintah daerah dan DPRD setempat. Khususnya terkait kepesertaan pekerja sektor informal dalam program jaminan sosial. "Program jaminan sosial, seperti jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan pemeliharaan kesehatan, dibutuhkan pekerja informal. Mereka tidak mendapat pelayanan serta fasilitas yang memadai dari negara. Perhatian dan dukungan pemerintah daerah diperlukan," katanya. (Andrian)

Menteri Muhaimin Sambut Perlindungan Jaminan Sosial Untuk Pekerja Sektor Informal

Sabtu, 14 April 2012 , 22:04:00 WIB Laporan: Feril Nawali RMOL. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar mengakui, struktur ketenagakerjaan di Indonesia lebih didominasi pekerja di sektor informal. Dijelaskannya, pekerja di sektor informal sebesar 65,76 persen dibandingkan mereka yang bekerja di sektor formal sebesar 34,24 persen dari 119,40 juta angkatan kerja yang terdaftar. Demikian disampaikan Menakertrans Muhaimin Iskandar dalam sambutan dibacakan Direktur Jaminan Sosial Etty Suharti dalam Seminar Nasional 'Jaminan Sosial Tenaga Kerja Hak Semua Warga Negara' sekaligus pencanangan Gerakan Nasional Sadar Jaminan Sosial yang diselenggarakan DPP Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia (SPINDO) di kota Medan, Sabtu (14/4). “Karena itu, sudah ada Permenakertrans yang mengatur program jaminan sosial bagi mereka yang bekerja di luar hubungan kerja (sektor informal) untuk mengurangi risiko sosial yang bisa terjadi bagi pribadi dan keluarganya," kata Muhaimin. Menurut Muhaimnin, sistem jaminan sosial nasional yang tercermin dalam UU Nomor 40/2004 telah mengatur seluruh warga negara memperoleh manfaat jaminan sosial. Secara lebih detil lagi melalui UU Nomor 24/2011 dibentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yaitu BPJS I mengatur kesehatan dan BPJS II mengatur Ketenagakerjaan. "Nantinya untuk tahap pertama, seluruh warga negara akan memperoleh jaminan kesehatan yang dijalankan oleh BPJS I, dimana fakir miskin dan mreka yang tidak mampu iurannya dibayar oleh negara," terangnya. Sementara itu, untuk sistem jaminan sosial ketenagakerjaan, dibentuk BPJS II yang akan selenggarakan empat program, meliputi, program Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK) dan Jaminan Pensiun. Saat ini, kata Menakertrans, pemerintah sudah mendorong Jamsostek yang nantinya menjadi leading sector BPJS II melakukan tujuh kali peningkatan pemberian manfaat terhadap peserta jaminan sosial. "Dan yang kedelapan melalui penerbitan PP Nomor 14/1993 yang juga bisa menyertakan para pekerja di luar hubungan kerja (sektor informal) menjadi peserta Jamostek," terangnya. Karena itu, Muhaimin menambahkan, menyambut baik upaya diselenggaranya seminar jaminan sosial dan gerakan nasional sadar jaminan sosial untuk meningkatkan perlindungan sosial terhadap para pekerja sektor informal. Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Abdul Latif Algaff mengatakan, jaminan sosial untuk menghindari terjadinya risiko sosial bagi seluruh warga negara sudah tercantum dalam UUD 1945 yang diamandemen yaitu Pasal 28 dan 34. Selain itu, sistem jaminan sosial nasional juga dicantumkan dalam piagam PBB yang sudah diratifikasi oleh pemerintah RI. “Jadi sistem jaminan sosial nasional mesti dijalankan oleh negara tinggal lagi instrumen pelaksanaannya mesti tepat sehingga tidak menjadi beban negara," terang Latief. Terkait pemberian jaminan sosial nasional terhadap para pekerja sektor informal, Latief menganalogikan mereka yang bekerja di sektor informal tergolong kaum Sadikin dan paling rentan. Dari sekitar 70 juta para pekerja sektor informal yang memiliki jaminan sosial masih di bawah 1 juta pekerja. "Mereka itu kan kaum Sadikin, Sakit sedikit langsung jatuh miskin. Tapi sebenarnya dalam perundangan kita, para pekerja sektor informal sudah masuk terutama dalam UU BPJS Nomor 24/2011, hanya memang disinggungnya beberapa ayat saja dan perlu lagi ada regulasi yang mempertegas," jelasnya. Sementara itu Kepala Cabang Jamostek Medan, M Sinulingga mengungkapkan, saat ini di kota Medan terdapat lebih dari 2.043 tenaga kerja informal yang tercatat sebagai peserta Jamsostek. "Memang diperlukan sinergi dengan berbagai pihak untuk merangkum para pekerja sektor informal untuk mendapatkan perlindungan jaminan sosial,'' terangnya. Acara diskusi yang juga sekaligus pelantikan Ketua DPD Spindo Sumut Jan Peter Silaen oleh Ketum Spindo H Maliki Sugito itu dihadiri para aktivis buruh dan pekerja se kota Meddan. Diskusi juga mendengarkan pemaparan Ketua K-KSPI M Satya, Ketua Umum Kesatuan Buruh Marhaen (KBM) Mangatar Pasaribu dan pengamat ketenagakerjaan dari USU Medan Hisar Siregar. [mar]
Minggu, 15 April 2012 Bayar Rp6 Ribu, Pekerja Informal Dapat Jamsostek MEDAN- DPD Serikat Pekerja Sektor Informal (DPD SPINDO) memfasilitasi pekerja di sektor informal di Sumut mendapatkan kartu Jaminan Sosial dan Tenagakerja (Jamsostek). Terbukti, sudah ada 23 ribu pekerja informal seperti buruh harian lepas dan nelayan mendapatkan Jamsostek. Pernyataan itu disampaikan Ketua DPD SPINDO Sumut, Jhon Piter Silaen usai dilantik, Sabtu (14/4) di Deli Room, Lantai II, Hotel Danau Toba International. Piter membeberkan, sejauh ini baru ada 9 DPC SPINDO di Sumut, diantaranya DPC SPINDO Medan, Deliserdang, Pematangsiantar, Simalungun, Samosir, Karo, Batubara, Toba Samosir dan Serdang Bedagai. Dibentuknya kepengurusan DPC SPINDO di masing-masing kabupaten/kota se-Sumut sebagai bagian untuk mensejahterakan pekerja dengan memberikan jaminan sosial kepada pekerja di Sumut. Teknisnya, DPC SPINDO akan mengkader pekerja informal dan selanjutnya diajukan mendapatkan Jamsostek. “Khusus para pekerja sektor informal, SPINDO menjadi fasilitator agar pekerja informasl bisa mendapatkan dan mengajukan ke Jamsostek,” ujarnya. Menyingung itu, Ketua Umum DPP SPINDO, H Maliki SSos menerangkan, kesejahteraan sosial sangat diperlukan, karena itu jelas tertulis dalam UUD 1945. “Saya berharap Ketua DPD SPINDO Sumut harus lebih kritis dan bangkit untuk memperjuangkan nasib pekerja, khususnya di Sumut,” ujarnya. Dia menyampaikan, pekerja merupakan satu tiang sektor ekonomi, di mana pekerja menjadi mesin penggerak ekonomi harus lebih diutamakan lagi kesejahteraannya. Di tempat terpisah, Bendahara Umum DPD SPINDO Sumut, Makmur Sardion Manalu SH menyampaikan, para pekerja informal hanya cukup membayar uang iuran sukarela, seminimalnya Rp6 ribu per orang per bulan. Sementara itu, mewakili Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Ety Sugiarti SH MM menuturkan, pekerja itu jelas harus dilindungi sesuai dengan UUD 1945. “Hak pekerja diatur dalam Pasal 28 ayat H UUD 1945, di mana pekerja harus diutamakan kesejahteraannya,” ujarnya. Sedangkan perwakilan Jamsostek, P Sinulingga mengaku, pihaknya mendukung program DPD SPINDO Sumut untuk merangkul seluruh pekerja bisa memegang Jamsostek. “Kami berharap semua pekerja bisa terlindungi dan sejahtera,” ucapnya. Dia menyebutkan, pada prakteknya, pekerja yang sudah pasti dilindungi merupakan pekerja yang bekerja di pemerintahan, perusahaan asing, TNI/Polri. Sedangkan pekerja di luar bidang tersebut belum dilindungi secara maksimal. “Dengan dibentuknya DPD SPINDO Sumut ini semua pekerja di luar bisa terlindungi dan lebih sejahtera,” ungkapnya. (jon)
Pro Aktif Dorong Pemanfaatan Jaminan Sosial Sektor Informal JARKOMSU - JARKOMSU Medan(Suara Komunitas.net)- Ketua Umum DPP Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia (SPINDO), H.Maliki, S.Sos, meminta pengurus DPD SPINDO Sumut lebih pro aktif meningkatkan program kerjanya selaras dengan roda pembangunan di Sumut, terutama mendorong pelaku sektor informal memanfaatkan fasilitas Jaminan Sosial dan tenaga kerja demi kepentingan dan kelangsungan kehidupan di hari tua. "Jika kita sebagai pelaku sektor informal tidak memanfaatkan fasilitas tersebut, kita akan rugi sendiri. Karena pada hakekatnya, mereka yang berkecimpung dalam sektor informal di dunia, keluarga mereka bisa lebih nyaman di hari tua, tanpa kuatir hidup sengsara," ucap Maliki di sela-sela seminar nasional Sosialisasi Manfaat Program Jaminan Sosial dan Pemberdayaan Peluang Usaha Bagi Tenaga Kerja Sektor Informal di Sumut" yang berlangsung di Hotel Danau Toba Internasional Medan, Sabtu, (14/4). Maliki juga menyambut baik target Ketua DPD SPINDO Sumut yang bisa membentuk 33 DPC di kabupaten/kota di Sumut hingga akhir tahun 2012. Namun semua itu hanya bisa dicapai dengan kerja keras dan butuh keseriusan pengurusnya untuk lebih mengembangkan 9 DPC kabupaten/kota yang baru terbentuk di Sumut saat ini. "Pengurus SPINDO itu harus mempunyai semangat sebagai pejuang sosial yang bisa mengangkat harkat para pelaku sektor informal dengan memanfaatkan program jaminan sosial dan lainnya untuk membahagiakan keluarga di hari tua," kata Maliki seraya menambahkan, SPINDO yang baru terbentuk 7 bulan lalu di Indonesia, kini sudah memiliki 22 DPP di Indonesia. Menurut Maliki, Sumut sangat potensial untuk mengembangkan program kebutuhan kemanusiaan pelaku sektor informal. Karena pasarnya sangat besar. Saat ini, ada 9 sektor yang akan disentuh SPINDO, diantaranya, seni budaya, perikanan kelautan, transportasi, pariwisata, pasar dan makanan-minuman. Tapi semua itu tergantung pada wilayahnya masing-masing. "Sektor informal peluangnya cukup besar, mencapai 65 persen," tambahnya. Saat ditanya apakah kehadiran SPINDO hanya membuat pengkotak-kotakan karena wadah untuk itu sudah ada pada serikat lainnya baik independen maupun badan, Maliki menegaskan, SPINDO tidak begitu, kita hanya menggarap sektor yang belum tersentuh. Bahkan Pekerja Sek Komersil (PSK) yang berada di sektor informal lainnya seperti becak bermotor (Betor), bisa memanfaatkan program jaminan sosial dan lainnya. (vandey lubis)
Minggu, 15 April 2012. | Metro TV | Media Indonesia | Borneo News | Yayasan Sukma | Kick Andy Jumat, 30 March 2012 06:02 KETIKA pindah dari PT Jamsostek Pusat menjadi kepala cabang PT Jamsostek Lampung I, Juli 2011, rekan-rekannya di Jakarta sudah menebak Kuswahyudi pasti ngumpulin wartawan. Benar saja, baru sebulan bertugas di Lampung, nama dan fotonya berseliweran di media cetak. Hampir seluruh televisi dan radio lokal pernah mengundangnya jadi narasumber. Malah, Lampung TV sudah enam kali menjadikan penasihat DPP Serikat Pekerja Informal Indonesia (Spindo) ini sebagai narasumber. "Bertahun-tahun saya bekerja bersama pers membangun citra Jamsostek, mana mungkin bisa jauh dari pers," kata Kuswahyudi ketika berdialog dengan awak media massa di Bandar Lampung, Kamis (29-3). Kedekatan itu ditunjukkan ketika dipindah, sejumlah jurnalis ikut mengantarnya dari Jakarta ke Lampung. Maklum, selama lima tahun pria yang berulang tahun Minggu, 25 Maret lalu ini bertugas di Biro Humas PT Jamsostek Pusat. "Sampai sekarang, kalau teman-teman wartawan Jakarta buntu mau nulis apa soal Jamsostek, masih menghubungi saya cari background informasi," kata Yudi, sapaan sehari-harinya. (MIN/U-2) Berita 15 Apr 2012 Tweet Pro Aktif Dorong Pemanfaatan Jaminan Sosial Sektor Informal JARKOMSU - JARKOMSU Medan(Suara Komunitas.net)- Ketua Umum DPP Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia (SPINDO), H.Maliki, S.Sos, meminta pengurus DPD SPINDO Sumut lebih pro aktif meningkatkan program kerjanya selaras dengan roda pembangunan di Sumut, terutama mendorong pelaku sektor informal memanfaatkan fasilitas Jaminan Sosial dan tenaga kerja demi kepentingan dan kelangsungan kehidupan di hari tua. "Jika kita sebagai pelaku sektor informal tidak memanfaatkan fasilitas tersebut, kita akan rugi sendiri. Karena pada hakekatnya, mereka yang berkecimpung dalam sektor informal di dunia, keluarga mereka bisa lebih nyaman di hari tua, tanpa kuatir hidup sengsara," ucap Maliki di sela-sela seminar nasional Sosialisasi Manfaat Program Jaminan Sosial dan Pemberdayaan Peluang Usaha Bagi Tenaga Kerja Sektor Informal di Sumut" yang berlangsung di Hotel Danau Toba Internasional Medan, Sabtu, (14/4). Maliki juga menyambut baik target Ketua DPD SPINDO Sumut yang bisa membentuk 33 DPC di kabupaten/kota di Sumut hingga akhir tahun 2012. Namun semua itu hanya bisa dicapai dengan kerja keras dan butuh keseriusan pengurusnya untuk lebih mengembangkan 9 DPC kabupaten/kota yang baru terbentuk di Sumut saat ini. "Pengurus SPINDO itu harus mempunyai semangat sebagai pejuang sosial yang bisa mengangkat harkat para pelaku sektor informal dengan memanfaatkan program jaminan sosial dan lainnya untuk membahagiakan keluarga di hari tua," kata Maliki seraya menambahkan, SPINDO yang baru terbentuk 7 bulan lalu di Indonesia, kini sudah memiliki 22 DPP di Indonesia. Menurut Maliki, Sumut sangat potensial untuk mengembangkan program kebutuhan kemanusiaan pelaku sektor informal. Karena pasarnya sangat besar. Saat ini, ada 9 sektor yang akan disentuh SPINDO, diantaranya, seni budaya, perikanan kelautan, transportasi, pariwisata, pasar dan makanan-minuman. Tapi semua itu tergantung pada wilayahnya masing-masing. "Sektor informal peluangnya cukup besar, mencapai 65 persen," tambahnya. Saat ditanya apakah kehadiran SPINDO hanya membuat pengkotak-kotakan karena wadah untuk itu sudah ada pada serikat lainnya baik independen maupun badan, Maliki menegaskan, SPINDO tidak begitu, kita hanya menggarap sektor yang belum tersentuh. Bahkan Pekerja Sek Komersil (PSK) yang berada di sektor informal lainnya seperti becak bermotor (Betor), bisa memanfaatkan program jaminan sosial dan lainnya. (vandey lubis) Minggu, 15 April 2012 Bayar Rp6 Ribu, Pekerja Informal Dapat Jamsostek MEDAN- DPD Serikat Pekerja Sektor Informal (DPD SPINDO) memfasilitasi pekerja di sektor informal di Sumut mendapatkan kartu Jaminan Sosial dan Tenagakerja (Jamsostek). Terbukti, sudah ada 23 ribu pekerja informal seperti buruh harian lepas dan nelayan mendapatkan Jamsostek. Pernyataan itu disampaikan Ketua DPD SPINDO Sumut, Jhon Piter Silaen usai dilantik, Sabtu (14/4) di Deli Room, Lantai II, Hotel Danau Toba International. Piter membeberkan, sejauh ini baru ada 9 DPC SPINDO di Sumut, diantaranya DPC SPINDO Medan, Deliserdang, Pematangsiantar, Simalungun, Samosir, Karo, Batubara, Toba Samosir dan Serdang Bedagai. Dibentuknya kepengurusan DPC SPINDO di masing-masing kabupaten/kota se-Sumut sebagai bagian untuk mensejahterakan pekerja dengan memberikan jaminan sosial kepada pekerja di Sumut. Teknisnya, DPC SPINDO akan mengkader pekerja informal dan selanjutnya diajukan mendapatkan Jamsostek. “Khusus para pekerja sektor informal, SPINDO menjadi fasilitator agar pekerja informasl bisa mendapatkan dan mengajukan ke Jamsostek,” ujarnya. Menyingung itu, Ketua Umum DPP SPINDO, H Maliki SSos menerangkan, kesejahteraan sosial sangat diperlukan, karena itu jelas tertulis dalam UUD 1945. “Saya berharap Ketua DPD SPINDO Sumut harus lebih kritis dan bangkit untuk memperjuangkan nasib pekerja, khususnya di Sumut,” ujarnya. Dia menyampaikan, pekerja merupakan satu tiang sektor ekonomi, di mana pekerja menjadi mesin penggerak ekonomi harus lebih diutamakan lagi kesejahteraannya. Di tempat terpisah, Bendahara Umum DPD SPINDO Sumut, Makmur Sardion Manalu SH menyampaikan, para pekerja informal hanya cukup membayar uang iuran sukarela, seminimalnya Rp6 ribu per orang per bulan. Sementara itu, mewakili Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Ety Sugiarti SH MM menuturkan, pekerja itu jelas harus dilindungi sesuai dengan UUD 1945. “Hak pekerja diatur dalam Pasal 28 ayat H UUD 1945, di mana pekerja harus diutamakan kesejahteraannya,” ujarnya. Sedangkan perwakilan Jamsostek, P Sinulingga mengaku, pihaknya mendukung program DPD SPINDO Sumut untuk merangkul seluruh pekerja bisa memegang Jamsostek. “Kami berharap semua pekerja bisa terlindungi dan sejahtera,” ucapnya. Dia menyebutkan, pada prakteknya, pekerja yang sudah pasti dilindungi merupakan pekerja yang bekerja di pemerintahan, perusahaan asing, TNI/Polri. Sedangkan pekerja di luar bidang tersebut belum dilindungi secara maksimal. “Dengan dibentuknya DPD SPINDO Sumut ini semua pekerja di luar bisa terlindungi dan lebih sejahtera,” ungkapnya. (jon) Home Minggu, 15 April 2012 - 01:31:05 WIB Pekerja Mandiri Diabaikan SPINDO Perjuangkan Pengesahan UU Kesejahteraan Kategori: Nasional - Dibaca: 34 kali JAKARTA, selaluonline.com- Penyebab tidak berkembangnya pekerja sektor informal atau yang lebih dikenal sebagai pekerja mandiri, karena keberadaan sektor informal kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Buktinya, 68,2 juta pekerja sektor informal, atau 62,17 persen dari seluruh tenaga kerja di Indonesia ini, tidak memiliki status hukum yang jelas dan kuat. Selain itu, keberadaan pekerja sektor informal ini juga kurang mendapat perhatian dan dukungan dalam kebijakan anggaran negara. Terkait dengan diskriminasi terhadap sektor informal tersebut, DPP Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia (SPINDO) akan berupaya memperjuangkan untuk disahkannya UU Kesejahteraan sebagai payung hukum kedudukan sektor tenaga kerja informal. “Sebab, belum ada payung hukum yang secara tegas mengatur kedudukan sektor informal dalam perundangan ketenagakerjaan, pembinaan terhadap warga negara bekerja di sektor informal sering terabaikan. Spindo bersama dengan elemen pekerja dan berbagai pihak lain akan mendorong ditelurkannya UU Kesejahteraan yang substansinya mengatur kedudukan hukum pekerja di sektor informal," kata Ketua DPP SPINDO H Maliki Sugito dalam seminar “Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Hak Semua Warga Negara” sekaligus pelantikan DPD SPINDO Sumatera Utara di Medan, Sabtu (14/4/2012). Maliki mengatakan, selama ini pembinaan terhadap para pekerja sektor informal terkesan terabaikan karena kedudukannya tidak jelas dalam perundangan. "Kita mengharapkan mereka yang bekerja di sektor informal pada akhirnya bisa meningkat jadi pekerja formal dengan keahlian dan skill tertentu. Tapi, karena sudah terlanjur dalam posisi marjinal dalam sistem hukum tidak pernah mendapat suport khusus dalam kebijakan anggaran negara untuk bisa ditingkatkan masuk sektor formal," imbuhnya. Padahal, lanjut Maliki, sektor tenaga kerja informal merupakan prosentase terbanyak dari seluruh angkatan kerja 117,4 juta yang tercatat BPS di tahun 2011 dengan komposisi 41,4 juta tenaga kerja bekerja di sektor formal dan 68,2 juta bekerja di sektor informal meliputi petani, sopir angkot, tukang ojek, kuli bangunan. "Kita harapkan UU Kesejahteraan bisa secara tegas mengatur berbagai perlindungan terhadap keberadaan pekerja di sektor informal yang masuk kategori masyarakat marjinal sehingga ditingkatkan ke sektor formal dan berkembang dengan tenaga kerja lainnya," imbuhnya. Sebelumnya, Direktur Jaminan Sosial Kemenakertrans Etty Suharti mengungkapkan, pengaturan menyangkut tenaga kerja informal selama ini dilakukan melalui satu regulasi Peraturan Pemerintah (PP) No 14/1993 yang membagi para pekerja dalam hubungan kerja dan pekerja di luar hubungan kerja. “Produk regulasi ini merupakan turunan dari UU No 3/1992 yang mengatur jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek)," terangnya. Menurut Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN Abdul Latief Algaff dengan disahkannya UU BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) No 24/2011, kedudukan sektor informal sudah mulai disebutkan walaupun hanya beberapa ayat. “Tapi memang yang diperlukan adalah melakukan berbagai terobosan. Paling tidak, sembari terus memperjuangkan regulasi bagi sektor pekerja informal, Spindo terus melakukan pembinaan bagi para pekerja sektor informal untuk masuk ke sektor formal," terangnya. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K- SPSI) M Satya mengakui, dalam umur serikat pekerja di Indonesia yang sudah mau menginjak seratus tahun, sektor informal memang jarang terpikirkan. "Karena itu, kita sambut baik gagasan memasukkan mereka yang bekerja di sektor informal masuk dalam struktur ketenagakerjaan di Indonesia," jelasnya. Dia menambahkan, sekalipun belum memiliki regulasi yang jelas, tapi DPP Spindo yang mengurusi sektor informal sudah masuk sistem karena tergabung dalam Aliansi Serikat Buruh dan Pekerja Indonesia (ASPBI). Karena itu, nantinya bersama-sama dengan serikat pekerja lainnya untuk memberikan berbagai masukan dalam berbagai pembahasan tripartit dengan pemerintah. Dilain pihak, Ketua Kesatuan Buruh Marhaenis (KBM) Mangatar Pasaribu mengatakan, dirinya skeptis dengan berbagai peraturan yang dibuat. Misalnya saja UU Nomor 13/2004 yang berpihak pada pekerja tetap tidak bisa dijalankan. "Karena itu yang terpenting adalah sektor informal diberdayakan saja dengan berbagai saluran yang sudah ada," imbuhnya. Sementara itu, pakar ketenagakerjaan yang juga akademisi USU Hisar Siregar mengatakan, kondisi tenaga kerja formal dan informal dapat menjadi sinyal suatu perekeonomian negara. Semakin maju perekonomian, semakin besar peranan sektor formal. Namun, dia setuju, tenaga kerja sektor informal adalah tenaga kerja yang bekerja pada segala jenis pekerjaan tanpa ada perlindungan negara. Karena itu, lanjut dia, yang diperlukan terutama mengupayakan para pekerja sektor informal itu bisa menerima jaminan sosial terutama pada kaum wanita dan anak-anaknya, karena sangat rentan untuk jatuh sangat miskin. Dalam acara pelantikan DPD Spindo Sumatera Utara diketuai JP Silaen itu dilakukan juga pencanangan Gerakan Sadar Jaminan Sosial di wilayah Sumatera Utara yang dilakukan Direktur Kepesertaan Jamostek yang diwakil M Sinulingga dari Kacab Jamsostek kota Medan. (masi/rmc)
Serikat Pekerja Informal Indonesia Perjuangkan UU Kesejahteraan Sabtu, 14 April 2012 , 23:36:00 WIB Laporan: Feril Nawali ILUSTRASI RMOL. Minimnya regulasi yang mengatur kedudukan sektor informal dalam struktur ketenagakerjaan di Indonesia mengakibatkan 68,2 juta tenaga kerja informal atau 62,17 persen dari seluruh tenaga kerja di Indonesia tidak memiliki status hukum yang kuat sehingga posisi dan kedudukannya sulit berkembang karena tak mendapatkan dukungan dalam kebijakan anggaran negara. Dalam kaitan itu, DPP Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia (SPINDO) akan memperjuangkan untuk disahkannya UU Kesejahteraan sebagai payung hukum kedudukan sektor tenaga kerja informal. "Karena tak ada payung hukum yang secara tegas mengatur kedudukan sektor informal dalam perundangan ketenagakerjaan, pembinaan terhadap warga negara bekerja di sektor informal sering terabaikan. Spindo bersama dengan elemen pekerja dan berbagai pihak lain akan mendorong ditelurkannya UU Kesejahteraan yang substansinya mengatur kedudukan hukum pekerja di sektor informal," kata Ketua DPP SPINDO H Maliki Sugito dalam seminar “Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Hak Semua Warga Negara” sekaligus pelantikan DPD Spindo Sumatera Utara di Medan, Sabtu (14/4). Maliki mengatakan, selama ini pembinaan terhadap para pekerja sektor informal terkesan terabaikan karena kedudukannya tidak jelas dalam perundangan. "Kitamengharapkan mereka yang bekerja di sektor informal pada akhirnya bisa meningkat jadi pekerja formal dengan keahlian dan skill tertentu. Tapi, karena sudah terlanjur dalam posisi marjinal dalam sistem hukum tidak pernah mendapat support khusus dalam kebijakan anggaran negara untuk bisa ditingkatkan masuk sektor formal," imbuhnya. Padahal, lanjut Maliki, sektor tenaga kerja informal merupakan prosentase terbanyak dari seluruh angkatan kerja 117,4 juta yang tercatat BPS di tahun 2011 dengan komposisi 41,4 juta tenaga kerja bekerja di sektor formal dan 68,2 juta bekerja di sektor informal meliputi petani, sopir angkot, tukang ojek, kuli bangunan. "Kita harapkan UU Kesejahteraan bisa secara tegas mengatur berbagai perlindungan terhadap keberadaan pekerja di sektor informal yang masuk kategori masyarakat marjinal sehingga ditingkatkan ke sektor formal dan berkembang dengan tenaga kerja lainnya," imbuhnya. Sebelumnya, Direktur Jaminan Sosial Kemenakertrans Etty Suharti mengungkapkan, pengaturan menyangkut tenaga kerja informal selama ini dilakukan melalui satu regulasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14/1993 yang membagi para pekerja dalam hubungan kerja dan pekerja di luar hubungan kerja. “Produk regulasi ini merupakan turunan dari UU Nomor 3/1992 yang mengatur jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek)," terangnya. Menurut Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN Abdul Latief Algaff dengan disahkannya UU BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Nomor 24/2011, kedudukan sektor informal sudah mulai disebutkan walaupun hanya beberapa ayat. “Tapi memang yang diperlukan adalah melakukan berbagai terobosan. Paling tidak, sembari terus memperjuangkan regulasi bagi sektor pekerja informal, Spindo terus melakukan pembinaan bagi para pekerja sektor informal untuk masuk ke sektor formal," terangnya. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K- SPSI) M Satya mengakui, dalam umur serikat pekerja di Indonesia yang sudah mau menginjak seratus tahun, sektor informal memang jarang terpikirkan. "Karena itu, kita sambut baik gagasan memasukkan mereka yang bekerja di sektor informal masuk dalam struktur ketenagakerjaan di Indonesia," jelasnya. Dia menambahkan, sekalipun belum memiliki regulasi yang jelas, tapi DPP Spindo yang mengurusi sektor informal sudah masuk sistem karena tergabung dalam Aliansi Serikat Buruh dan Pekerja Indonesia (ASPBI). Karena itu, nantinya bersama-sama dengan serikat pekerja lainnya untuk memberikan berbagai masukan dalam berbagai pembahasan tripartit dengan pemerintah. Dilain pihak, Ketua Kesatuan Buruh Marhaenis (KBM) Mangatar Pasaribu mengatakan, dirinya skeptis dengan berbagai peraturan yang dibuat. Misalnya saja UU Nomor 13/2004 yang berpihak pada pekerja tetap tidak bisa dijalankan. "Karena itu yang terpenting adalah sektor informal diberdayakan saja dengan berbagai saluran yang sudah ada," imbuhnya. Sementara itu, pakar ketenagakerjaan yang juga akademisi USU Hisar Siregar mengatakan, kondisi tenaga kerja formal dan informal dapat menjadi sinyal suatu perekeonomian negara. Semakin maju perekonomian, semakin besar peranan sektor formal. Namun, dia setuju, tenaga kerja sektor informal adalah tenaga kerja yang bekerja pada segala jenis pekerjaan tanpa ada perlindungan negara. Karena itu, lanjut dia, yang diperlukan terutama mengupayakan para pekerja sektor informal itu bisa menerima jaminan sosial terutama pada kaum wanita dan anak-anaknya, karena sangat rentan untuk jatuh sangat miskin. Dalam acara pelantikan DPD Spindo Sumatera Utara diketuai JP Silaen itu dilakukan juga pencanangan Gerakan Sadar Jaminan Sosial di wilayah Sumatera Utara yang dilakukan Direktur Kepesertaan Jamostek yang diwakil M Sinulingga dari Kacab Jamsostek kota Medan. [mar]
Pemda di Sumut Kurang Perhatikan Kesejahteraan Pekerja Informal 􀂄antara/akbar nugroho gumay MedanBisnis—Medan Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia (SPINDO) menyatakan betapa pentingnya jaminan sosial (jamsos) bagi kesejahteraan masyakarat di Indonesia khususnya di Provinsi Sumatera Utara. Bahkan sesuai undang-undang, setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan jaminan sosial. “Sesuai dengan Undangundang Dasar dan Pancasila bahwa jaminan sosial ( jamsos) sangat penting bagi masyarakat. Sebab, setiap warga negara berhak mendapatkan jaminan sosial dari pemerintah, seperti selama ini dilakukan oleh negara lain,” kata Ketua Umum DPP-SPINDO H Maliki SSos dalam sambutannya pada seminar nasional dengan tema "Jaminan Sosial Hak Semua Warga Negara" pada, Sabtu (14/4), di Hotel Danau Toba Internasional. Dia mengatakan, jamsos juga merupakan tiang penyanggah bagi kekuatan ekonomi negara. Untuk itu, betapa pentingnya jamsos bagi seluruh masyarakat baik pekerja sektor informal seperti pedagang, tukang becak, buruh, nelayan dan lain sebagainya. "Saya meminta kepada seluruh pengurus DPD SPINDO Sumut berjuang dan semangat untuk mengangkat harkat pelaku sektor informal dengan memfasilitasikan jamsos" ujarnya. Sementara itu, Ketua DPD SPINDO Sumut Jon Piter Silaen mengatakan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) telah mendukung program kerja SPINDO terutama dalam program Jamsos dan pemberdayaan usaha kecil untuk mengurangi pengangguran di Sumatera Utara (Sumut). DPD SPINDO akan selalu berupaya semaksimal mungkin untuk membantu kesejahteraan masyarakat khususnya di Sumut . Jon Piter berharap pemerintah daerah (pemda) di Sumut dapat mendukung dan berperan serta dalam program SPINDO. Mengingat pemerintah daerah terlihat masih setengah hati dengan kehadiran SPINDO di Sumut. Kehadiran SPINDO sendiri, akan dapat berjalan sesuai dengan harapan. Mengingat kehadiran SPINDO di Sumut merupakan gerakan yang pertama bagi pekerja sektor informal.Harapannya SPINDO di Sumut akan bersinergi dengan baik di seluruh pemerintah kabupaten/kota yang ada di Sumut. Dia menjelaskan keberadaan SPINDO di Sumut bertujuan memperkuat perekonomian sektor ekonomi informal bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil ."SPINDO Sumut untuk memperkuat perekonomian sektor informal seperti para saudara kita supir angkot, tukang becak, pedagang kecil, pedagang kaki lima, petani, nelayan, pedagang keliling, kuli angkut, serta saudara kita yang saat ini masih termajinalkan," tegasnya. Dalam sambutannya, pihak Kemenakertrans diwakili Staf Ditjend Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Eti Sugiarti SH MM mengatakan selama ini pemerintah telah menerbitkan UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan sosial (BPJS) yang merupakan instrumen pelaksana pasal 5 ayat 1 dan pasal 52 UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. “Saya harapkan dengan diberlakukannya jamsos bagi seluruh masyarakat tanpa terbatas oleh karena status pekerjaan, bisa membuat segenap masyarakat dapat menikmati jaminan sosial,” tegasnya. Hadir dalam seminar nasional DPD SPINDO Sumut antara lain Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) H Abdul Latif Alqaff MSi, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia- TKI Luar Negeri HM Satya SH, Ketua Umum Kesatuan Buruh Marhaeinis Manganar Pasaribu dan Kepala Cabang PT Jamsostek (Persero) Medan Pangarapen Sinulingga mewakili Direktur Utama PT Jamsostek. 􀁺 􀂄jamil areis m

Minggu, 01 April 2012

PT.Jamsostek Bekerjasama Dengan Bukopin Bangun Apartemen di Surabaya.

PT.Jamsostek Bekerjasama Dengan Bukopin
Bangun Apartemen di Surabaya.

JAKARTA - PT Jamsostek akan memperkuat penetrasi pasar ke kalangan pekerja kelas menengah ke atas. Untuk memenuhi tuntutan dari segmen pekerja kelas menengah ke atas, perusahaan pelat merah ini tengah menjajaki untuk membangun satu apartemen di Surabaya.

Ini masih dalam penjajakan. Masih sedang kami bicarakan. Tapi langkah ini sebenarnya untuk menjawab pertanyaan dari kalangan pekerja menengah ke atas yang menganggap kita selalu mengutamakan pekerja kelas menengah bawah, ujar Kepala Kanwil VI Jamsostek, Junaedi, seusai acara Coffee Break yang digelar kabarbisnis.com di Black Canyon Coffee, Surabaya Town Square, Kamis (29/3/2012).

Sekali lagi ini akan menjawab keinginan peserta Jamsostek dari kalangan menengah atas yang saat ini jumlahnya mencapai sekitar 20% dari 1,3 juta peserta aktif kita, imbuhnya.
Dia mengatakan, kebutuhan apartemen di Surabaya untuk pekerja kelas menengah atas memang sudah semakin besar. Seiring dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terus membaik, kesejahteraan pekerja kelas menengah ke atas juga semakin terkerek. Gaya hidup mereka juga berubah dan menginginkan tempat tinggal yang praktis seperti apartemen.

Untuk merealisasikan pembangunan apartemen itu, Jamsostek akan bekerja sama dengan PT Bank Bukopin Tbk. Nantinya, pekerja yang telah menjadi peserta Jamsostek bisa memanfaatkan skema pembiayaan khusus untuk membeli apartemen tersebut.
Target kami sih akan terealisasi di tahun ini. Kalau lokasinya akan kami lakukan survei, tapi kami menginginkan di daerah Lingkar Timur Surabaya, ujarnya.
Untuk harga jual, menurut Junaedi masih akan dibicarakan, diperkirakan akan berada di kisaran Rp200 juta ke atas. [leo bmb ]

Pemkab Tapteng Dukung Pelaksanaan Jamsostek

Pemkab Tapteng Dukung Pelaksanaan Jamsostek
JAKARTA - Kunjungan Direktur Umum dan SDM PT Jamsostek (Persero) HD Suyono ke KabupatenTapanuli Tengah (Tapteng) Sumatera Utara mendapat sambutan baik dan terbuka oleh pemerintah setempat.
Wakil Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng) Sukran Jamilan Tanjung mengatakan Pemkab Tapteng mendukung sepenuhnya pelaksanaan program jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) di bumi Tapteng Negeri Wisata Sejuta Pesona tersebut.
Menurut Wakil Bupati yang juga mantan Anggota Komisi E DPRD Sumatera Utara membidangi ketenagakerjaan dan jamsostek itu, Pemkab Tapteng sangat berkepentingan untuk menghadirkan program jamsostek di wilayahnya, demi kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya di wilayahnya.
Bahkan, kita siap menghibahkan pertapakan untuk pembangunan gedung kantor di wilayah Pandan, tegas Wakil Bupati diruang kerjanya, selasa (27/03), saat menerima kunjungan Direktur Umum dan SDM PT Jamsostek (Persero) HD Suyono didampingi Kepala Cabang Sibolga Mangasi Sormin dan Kepala Bidang Umum dan SDM Sanco Simanullang.
Sementara itu, Direktur Umum dan SDM PT Jamsostek (Persero) HD Suyono mengatakan PT Jamsostek (Persero) akan bertransformasi menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang direncanakan beroperasi paling lambat pada 1 Juli 2015 dan pihaknya siap memproses pemindahan (migrasi) program jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) yang diselenggarakan saat ini kepada BPJS Kesehatan 1 Januari 2014.
Kami titip teman teman kami didaerah ini dan kiranya melalui dukungan Pemkab Tapteng, para pengusaha dan para pekerja serta masyarakat pekerja informal lainnya segera ikut program jamsostek sebagaimana amanat UU yang berlaku, sehingga perlindungan sosial saat sakit, kecelakaan, meninggal dan hari tua dapat tertangani, pungkas Suyono sembari mengucapkan terimakasih atas kesediaan Pemkab Tapteng dalam memfasilitasi pertapakan hibah untuk pembangunan Gedung Kantor Jamsostek di Wilayah itu.[leo bmb]